(038) Sekali lagi…, visa!

Tahun 2011 bagi saya adalah tahun pembuatan visa. Di awal tahun saya dapat visa Kolombia karena tinggal di negara ini, di pertengahan tahun sibuk mengajukan visa Amerika Serikat yang tujuan awalnya untuk kemungkinan transit, dan menjelang akhir tahun giliran visa Australia yang harus diurus untuk pulang kampung. Ceritanya, ketika sedang mengurus visa Amerika Serikat di bulan Agustus, saya baru ingat, visa Australia juga harus segera diajukan karena yang ada sudah kadaluarsa. Selain itu, rencana pulang kampung di Februari 2012 juga akan ke Australia dulu, kemudian ke Indonesia.

Sebetulnya jadwal cuti kami waktu itu masih lama, tetapi berdasarkan pengalaman, mengurus visa Australia di saat menjelang pergantian tahun bukanlah hal yang tepat, bisa sangat lama. Sehingga meski saat itu masih September, saya putuskan untuk disiapkan saja. Untuk urusan visa Australia ini (kategori General Visitor), bisa dibilang saya lumayan hafal prosedurnya. Ini ketiga kalinya saya mengajukan Visa Australia. Dibandingkan visa Amerika Serikat, visa Australia lebih sederhana prosedurnya, tidak ada wawancara seperti visa Amerika Serikat, atau biometric scan seperti visa negara-negara Eropa, dan prosesnya lumayan cepat, sekitar 5 s/d 10 hari kerja. Jadi waktu itu saya pikir, gampang lah.. Padahal…

Ketika sedang mencari formulir visa edisi terbaru di website Imigrasi Australia, saya baru ngeh ternyata di Kolombia tidak ada Kedutaan Australia. Jadi jika ada keperluan terkait visa dan segala pernak perniknya harus menghubungi Kedutaan Australia terdekat yang ada di Santiago, Chilé (yang ‘hanya’ 7 jam penerbangan dari Kolombia.., belum termasuk durasi transit.. Duh!). Saya harus kirim semua berkas aplikasi visa (termasuk paspor) ke sana. Di benua Amerika Selatan ternyata hanya ada satu Kedutaan Australia, di negara Chilé ini, setidaknya pada saat itu. Saya merasa waswas karena artinya si paspor hijauku tercinta itu akan bepergian ke luar negeri (dalam paket DHL tentunya) tanpa saya. Sebetulnya lebih rela kalau saya saja yang diminta datang ke Chilé, tapi sudahlah.., saya pikir semua akan baik-baik saja..

Semua berkas akhirnya selesai, termasuk urusan biaya visa. Di Kedutaan Australia di Jakarta, metode pembayaran yang diterima adalah uang tunai dan/atau cek (bank cheque). Di formulir permohonan yang saya punya ini ada pilihan kartu kredit ternyata, jadi saya ambil opsi tersebut. Namun ketika sedang menyiapkan berkas, orang admin di kantornya M bilang bahwa pembayaran biaya visa harus berupa cek dalam US$ yang dikeluarkan oleh bank Amerika Serikat dari rekening yang terdaftar di kantor cabang di Amerika Serikat. Apa..???!!!!???

Masuk akal gak sih..??? Kenapa jadi rempong begini ya…??? Ini artinya saya harus minta tolong seseorang yang memiliki rekening bank Amerika Serikat yang nomer akunnya itu dibuka/terdaftar di kantor cabang di Amerika Serikat agar mengeluarkan cek senilai biaya visa (US$ 120) untuk dikirim bersama dengan berkas lainnya… Duuuuhhhh..!!! Tepok jidat kenceng banget..!

Saya kasih tahu M soal ini dan dia langsung misuh-misuh. Informasi yang saya temukan di website-nya tidak jelas, hanya bilang bahwa pembayaran bisa tunai, cek, atau kartu kredit, dan katanya jika ada yang kurang jelas harus menghubungi kantor kedutaan terkait. Saya coba hubungi tapi tidak tersambung:-( Kemudian M konfirmasi lagi ke admin kantornya, jawabannya masih sama. Sementara saya konfirmasi ke Tess. Katanya, kalau soal biaya visa tidak paham, tapi kalau tentang biaya pembuatan paspor memang seperti itulah prosedur yang dialami Tess dan suaminya, Matt, (keduanya WN Australia) waktu mengajukan paspor Australia untuk anaknya, Chelsea, yang lahir di Kolombia. Waktu itu pun mereka minta tolong teman mereka, orang Amerika yang kebetulan sedang berada di Amerika. Nah, mendengar hal ini, saya jadi agak lega, saya pikir mungkin itu prosedur untuk paspor, bukan visa. Akhirnya saya dan M sepakat untuk tetap ambil opsi kartu kredit, yakin itu bisa diterima.

Saya kirimlah semua berkas via DHL. Sekitar seminggu kemudian, saya terima email dari Kedutaan Australia di Chilé yang menyatakan bahwa dokumen sudah diterima tetapi ada kekurangan yaitu cek pembayaran biaya visa. Nah lho..!!! Ternyata mereka memang hanya terima cek (dengan spesifikasi aneh itu) untuk semua pembayaran..! Hadeuuuuhhhh..!!! Kami tak punya rekening bank Amrik, apalagi ceknya. Teman/kolega di sekitar kami pun tak ada yang punya. Jika sekedar cek dalam US$ bisa, tapi ini harus dari sebuah rekening bank asal Amerika Serikat di Amerika Serikat..!

Saya telpon lagi kedutaan Australia di Chilé dan tetap tidak terhubung, tapi kali ini saya menemukan nomer Call Centre mereka yang ternyata berbasis di Kanada! Jadi saya telponlah si Call Centre yang di Kanada ini, dan tersambung! Sang operator di Kanada bilang keluhan/pertanyaan sudah dicatat dan akan disampaikan ke Kedutaan Australia di Chilé. Alamak! Saya pikir mau langsung kasih solusi.. Harap diingat, saya waktu itu berada di Kolombia.., jadi rasanya sudah muak duluan seandainya diminta telpon siapa lagi di negara mana untuk urusan ini.. Tess dan Matt akhirnya tahu soal ‘kerumitan’ ini. Matt yang kebetulan sedang business trip di Amerika Serikat, telpon dan bilang bahwa dia akan bantu dengan cara minta tolong koleganya di sana untuk mengeluarkan cek tersebut, dan uangnya dibayar dulu oleh Matt, kemudian cek tersebut dikirim via DHL ke Kolombia.. (Di tahap ini saya mulai merasa lega sekaligus tidak enak karena sudah merepotkan banyak pihak..).

Ketika sedang menunggu kedatangan cek ini, tiba-tiba saya dapat telpon dari Kedutaan Australia di Chile! Sang staff bilang mereka dikabari Call Centre di Kanada bahwa saya (orang Indonesia yang bersuamikan orang Australia dan sedang berada di Kolombia ini) kesulitan dengan urusan cek bank Amerika Serikat. Katanya, mereka paham kesulitan saya tapi peraturannya memang begitu, yang bisa mereka lakukan untuk membantu adalah memprioritaskan proses visa saya. Akhirnya saya memohon agar visa/paspor bisa saya terima sebelum November untuk menghindari kesibukan akhir tahun. Harap catat, saat itu sudah Oktober, dan saya bahkan belum terima kiriman cek. Mau nangis plus guling-guling gak sih..?

Akhirnya kiriman cek tiba, tapi tidak bisa dikirim begitu saja, harus dilengkapi salinan formulir terkait. Setelah itu baru dikirim ke Kedutaan Australia di Chilé. Sekitar seminggu kemudian, pihak Kedutaan kembali mengirimkan email yang menyatakan cek/dokumen sudah diterima dengan baik, dan proses visa akan dimulai.. (Lho…??? Jadi selama ini belum mulai toh.. Aaaarggggghhh..!!!)

Dan akhirnya…, di minggu terakhir bulan Oktober itu, si hijauku tercinta kembali ke haribaannya.., disertai selembar label Visa Australia (yang menghebohkan itu..), berlaku satu tahun.. Phuihhhh…*..bernafas lega sambil menyeka keringat di dahi..*

Dihitung dari berkas pertama dikirim sampai ke baliknya paspor maka total durasi ‘kerumitan’ ini hampir dua bulan.. Cukup lama dibandingkan proses standar di Kedutaan Australia di Indonesia.. Berikut penampakan sang visa yang rempong itu..

11

Dan untuk yang kesekian kalinya…, saya termenung.., nasib.., nasib.. Sabar ya..(*sambil tunjuk diri sendiri..*)  Kemudian dengan sedikit merajuk, saya bilang ke M: “I’m Indonesian, married to an Australian, living in Colombia, was in the process of getting Australia Visa at the Australian Embassy in Chilé, that somehow requires the visa fee to be paid in American dollar cheque from an American bank located in the United States of America, with the inquiry assistance from a Canadian based Call Centre.. I can’t be more global than this, can I..?”

Di kemudian hari ketika saya masuk Australia dengan visa ini, petugas Imigrasi di bandara Sydney sepertinya takjub melihat orang Indonesia yang baru pulang dari Kolombia masuk lagi ke Australia dengan visa yang diberikan Kedutaan Australia di Chile, dia bilang: “Hm.., Santiago, Chilé.. Interesting..” Saya hanya cengar cengir sambil berpikir, jangan tanya-tanya sejarahnya ya, Pak! Hehehe..:-)

Bersambung…

72 thoughts on “(038) Sekali lagi…, visa!

  1. Aduuhh Emmy, kamu hebat deh sanggup ngurusin printilan birokrasi njlimet seperti ituuu.. Salut top markotop plus sensasi deg2annya yaa. Tapi jadi punya pengalaman tak terlupa 🙂

    Liked by 1 person

    • Hehehe..makasih Deny.. Sebetulnya jadi bisa karena terpaksa dan butuh juga kali ye.. Tapi emang sih pas udahnya aku juga jadi takjub sama diri sendiri..: eh aku bisa ya beresin masalah ginian sendiri..hehehe..

      Like

  2. Buat saya nunggu visa itu kayaaaak… berasa deg deg-an mo ditembak gebetan yang lagi duduk depan saya “dia nembak gak ya.. dia nembak gak ya…”pas beneran ditembak plooong rasanya, hehehe

    Liked by 1 person

  3. Nasib punya paspor hijau. Kadang gemes banget kesusahan minta visa kesana kemari. Salah satu alasan saya nggak mau berlibur di negara yang ngurusnya harus pakai visa, karena saya malas! Kebiasaan tinggal di Eropa mau berlibur di negara Eropa lain tinggal angkat koper dan beli tiket.

    Tapi untung juga tahun kemaren dipaksa2 oleh teman untuk bikin visa Amerika dan akhirnya sekarang punya untuk 4 tahun kedepan (sudah lewat 1 tahun). Tahun depan rencana ke Jepang, tapi pengurusan visa Jepang sepertinya sangat mudah sekali (apalagi sekarang sudah bebas visa untuk paspor berchip, jadi yang tidak berchip anggapannya bakal dimudahkan).

    Itu peraturan kedutaan Australia nyeleneh banget. Lokasi dimana, minta cek dari bank mana. Ga jelas.

    Like

    • Ya gitu deh, Va.. Gak ngerti knp bisa gitu.. Berpaspor hijau aja udah rempong.., ini ditambah urusan cek yg aneh.. Kalo di Indonesia mau aja tuh dibayar pake rupiah.. Nah mumpung domisili di Eropa, hajar aja semua negara di benua itu..! Hahaha.. Aku juga ke US setahun setelah dapat visa akhirnya.. Jepang mau banget.., wah masih banyak di wishlist yg belum kejadian.. Semoga selalu semangat utk urus visanya..:-(

      Like

      • Iya Em. Tahun kemaren sudah ke dijalanin ke East coast, rencananya tahun depan mau pergi lagi, biar ga sia2 tuh 5 tahun. Konon katanya kalau perpanjangan jauh lebih gampang ga pake interview bla bla bla.

        Jangankan yang jauh2 ngurus visa UK aja nyebelinnya setengah mampus.

        Like

      • Hahaha!!! Si UK visa itu emang mantap bikin muak ye.. Si M minta aku bikin lagi buat ke Scotland tahun depan (nenek moyangnya orang sono), duh males.. Tapi kalo disuruh ke US lagi pasti semangat.., visanya masih ada trus pengen lihat Alaska..(sok kuat dingin emang cewek tropis sejati yg satu ini..*sambil tunjuk diri sendiri..*)

        Like

      • Alaska pasti bagus yak. Aku juga pengen kesana sama Canada (tapi males bikin visa lagi). Memang, paling nggak si US ada valuenya ya, ribet tapi dapet 5 tahun. UK? 6 bulan ajah, kalau mau yang lama makin mahal banget.

        Masih mending Em kamu apply dari luar Eropa, setidaknya ga terlalu sakit hati, sini yang residen EU, yang tinggal ngesot kesana juga ga ada kemudahannya.

        Like

      • US visa ribetnya sebanding dengan hasilnya.. UK visa agak gak masuk akal kalo yg standar cuma dikasih 6 bulan multiple entry, logikanya siapa juga yg mau bolak balik ke UK dari Indonesia (yg jauh itu) dalam jangka waktu 6 bulan…?

        Like

      • aku merasa surprisingly US visa nggak ribet. Pandangan kita aja ribet, tapi ternyata dokumennya cuman formulir yang harus diisi (yang banyakan isinya pertanyaan bodoh macem: Apakah kamu teroris, yakali klo teroris beneran emang jawab iya?), foto, tanda pembayaran dan surat keterangan dari kantor doang. Visa UK? Booo… riweuh.

        Like

      • Mungkin di US banyak yang ditolak, makanya dibilang susah. Maklum, kategori negara “imigran” katanya, takut banyak yang ngilang begitu nyampe di US.

        Like

  4. Rempong bener ya Em! Yg gue ga ngerti knapa hrs dengan cheque dr bank
    Amarica sih mungkin mereka males untuk nuker2in lagi ke US dollar kl dibayar bukan dengan USD ya? Aneh aza prosedur pembayarannya ya bikin rumit.

    Like

    • Asli rempong..:-( Lha berpaspor hijau aja udah cukup rempong, ini ditambah lagi dengan urusan cek aneh.. Gak ngerti juga kenapa harus begitu aturannya.., di Indonesia bayar pake rupiah mau aja tuh..

      Like

    • Eh aku juga suka mikir gitu.., ini urusan diplomasi kali ye.., jadi harusnya ujung tombaknya para diplomat Indonesia di seluruh dunia itu.. Atau memang karena orang kita jarang banget yg merantau jauh (dibandingkan orang India atau China misalnya), jadi kurang bisa dipercaya kalo mau pergi ke negara lain oleh negara tujuannya.. Entahlah..

      Like

      • Betul, urusan diplomasi, bukan karena jarang merantau, tapi banyak yang melanggar (overstay) juga, jadi mereka ga mau percaya kasih visum-free sembarangan. Yah, nasib. Aku masih menunggu dual citizenship jalan di Indo, walaupun misuh-misuh paspor ijo, tapi tetep ngga mau lepas 🙂

        Like

      • Sama Va.., misuh-misuh tapi itulah jalan hidup utk saat ini.. Bukan bermaksud pesimis, tapi dual citizenship kayaknya susah jadi kenyataan.. Tapi ya semoga saja kejadian dan generasi kita kebagian ya..hehehe

        Like

      • Kalau susah jadi kenyataan bisa memble nih. Paling nggak peraturan repatriasi moga2 bisa dimudahkan. Masih pengen pensiun di negara sendiri 🙂

        Like

      • ya apply WNI lagi dari WNA, tapi biasanya lebih dimudahkan daripada yang dulunya bukan WNI. Kayaknya kalau pensiun Indonesia sebagai WNA agak ribet yak, atau nggak? Ada yang tau?

        Like

      • Kalo menurutku, dengan peraturan yg ada sekarang bakal ribet pensiun di Indonesia sebagai WNA, kecuali dia sambil buka usaha apa misalnya, mungkin bisa. Beda dengan Malaysia yg justru menawarkan visa/ijin menetap ke WNA pensiunan dengan cukup membayar jaminan misalnya..

        Like

    • Setahuku waktu itu gak ada kedutaan Australia di Brazil.., tenang aja yg terbang ke Chilé cuma paspor+formulir visa koq.. Aku nungguin (harap-harap cemas tingkat dewa) di rumah di Kolombia..hehehe..

      Like

  5. Wuiih. Membayangkan degdegan proses selama dua bulan itu bikin senewen juga. Gak kebayang cari kenalan buat buka cek pembayarannya. Pasti lega pas semuanya sudah beres..

    Liked by 1 person

  6. sama2 kedutaan Aussie tp bisa beda2 gitu ya requirement nya, di Belgie jg ga ada Ked.Aussie, aku mesti ngirim dokumen semuanya ke Ked Aussie di Paris. Lancar jaya sih gak pake ribet. Tarik napas emang ngurus visa yah, adrenalin abis 🙂

    Liked by 1 person

    • Sebetulnya yg bikin ribet waktu itu spesifikasi ceknya itu loh.., asli aneh.. Dan biarpun bikin visa itu nguras adrenalin, teuteup aja dilakukan lagi..hehehe.. Pasti deh kamu juga ngerasa gitu ya.. Gak kapok-kapok..hahaha..

      Like

    • Oh ya bener..hahaha.. Dan tau gak.., ini kejadian lagi di 2014, malah lebih lebih parah.., dalam waktu yang sama aku ngurus 3 visa sekaligus: Australia (lagi), UK, dan Schengen countries.. Sampe kurusan gara-gara stres, tapi abis itu gendut lagi..hehehe..

      Like

  7. Rumiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiittttttttttttttttttttttttttttt….
    Mo urus visa saja, dokumen harus terbang lintas negara.
    Satu-satunya visa yang pernah saya urus pas mo masuk ke PNG. Itupun gratis dan syarat ga ribet. Seminggu juga jadi. hehehe

    Like

      • Di Jayapura ada konsulatnya mba. Ga perlu jauh-jauh sampe ke Jakarta. Lagipula kalo memang urusnya sampe ke Jakarta, mending saya jalan-jalan ke India sekaligus. hahahaha. Itu pun kemarin di PNG cuma 2 hari semalam saja. Dan cuma di Vanimo.

        Like

      • Iya ada di Jayapura. Karena orang sini termasuk sering masuk keluar PNG. Saya via darat ke sana. Tapi ya cuma ke Vanimo saja. Kalo ke Wewak atau Morresby ya harus naik pesawat.

        Like

      • Info yg menarik.. Saya punya beberapa teman yg pernah kerja di PNG, kalo naik pesawat dari Indonesia, mereka harus transit dulu di Australia karena tidak ada yg langsung ke sana..

        Like

      • Kalau dari Jayapura, bisa jalur darat ke Vanimo. Nah, di kota ini ada bandara. Air Nugini langsung ke Port Morresby.

        Like

      • Wah jadi kalo mau ke PNG dari Indonesia tanpa harus transit di negara lain berarti bisa dari Jayapura ya.. Itu jalur daratnya aman kah? Kondisi jalan gimana..?

        Like

      • Yoha mba, ga perlu transit ke Aussie segala. Waktu urus visa sih katanya Vanimo adalah kota teraman di PNG. Tapi, ya, gitu lah. Harus pagi atau siang jalannya kalau lewat jalur darat. Kondisi jalan bagus. Cuma kalau curah hujan tinggi, ada hambatan karena banyak jalan langsung dialiri kali.

        Like

      • Iya mba. Walaupun termasuk banyak pekerja Indonesia di sana, tapi karena keadaan negaranya ga beres kayak gitu, malas juga jalan2 dsna 😀

        Like

      • hahahaha…saya waktu di Vanimo, yang bisa dikatakan aman saja, jam 5 sore udah ga keluar rumah. Sempet keliling kota jam 3 saja udah sepi. hahahaha

        Like

      • Oh ya boleh juga Eropa.. Siap mental aja sama proses visa dan harga mahal di Eropa-nya, terutama Eropa Barat yg mainstream kayak Inggris, Prancis, dan Italia.. Menurutku harga di US lebih masuk akal bahkan utk ukuran traveling koper hemat kayak aku dan suami.. Kalo ke Eropa bagusnya agak lama, sebulan kalo bisa, karena visa Schengen hanya berlaku 90 hari, gak kayak visa US yg berlaku 5 tahun..
        So.., good luck, girl..:-)

        Like

      • amin kak, klo masalah pengen sih ke usa kak tp sakit visa ditoalk itu loh haikss… untuk di erofa terutama mainstream ada beberapa teman kak tp nabung dlu deh hehehe

        Liked by 1 person

      • Oh ya bagus dong kalo ada yg bisa ditebengin atau bantuin jadi guide, lumayan banyak ngirit tuh.. Aku bbrp bulan yang lalu ke Inggris, Prancis, dan Italia bawaannya shocked tiap lihat kamar hotel yang imut ukurannya tapi tarifnya gak “imut”..hehehe.. Mau a la backpacking kitanya lagi gak mood waktu itu.. Udah tua kali ye jadi agak ogah rempong deh..hehehe..

        Like

  8. Emmy, ya memang ngurus visa di negara2 South Amerika gampang2 susah. Yang gampang ya betul2 gampang sehari jadi, yang susah.. ini mba lagi ngalamin. Mau minta visa Guyana, telp ke Consulate yg di Miami, disuruh telpon ke WashingtonDC, Washington bilang suruh apply di China atau London Embassy lhaaa…mumet ga? Kalau apply dari Miami tetap dokumen akan dikirim ke Washington, lalu prosesnya makan waktu 30 hari !!!! Satu lagi kedutaan Suriname yg di Jakarta sampai siang ini ditelfonin ga ada yg angkat, padahal nomernya dapat dari KBRI di Suriname haduuuh…nasib paspor hijau…

    Liked by 1 person

    • Lhoooo..??? Koq njelimet bin aneh gitu ya si visa Guyana itu.. Itu maksudnya French Guyana yg berbatasan dengan Brazil itu kan, mba..? Tahun lalu suami pernah ada kemungkinan pindah kerja ke daerah Macapa – Brazil, yg daerahnya tuh lebih mudah diakses dari French Guyana daripada dari kota besar di Brazil sendiri.. Trus gimana tuh mba, jadi kah apply visanya..?

      Like

  9. that’s why you put “crossing border” on your user name Em.. 🙂
    bacanya aja setres ya.. deg degan banget tuh ngirim pasport via ekspedisi, takut gak nyampe aja ke tujuan.

    Like

    • Ya Crossing Borders (melintas perbatasan), mulai dari perbatasan desa sampe benua..😄
      Mengajukan visa itu selalu bikin stres tapi gak pernah kapok.. Gimana mau kapok soalnya bagi saya ini kebutuhan, bukan sekedar keinginan lagi..

      Like

Leave a comment