(044) Rumah panggung (lagi)…

IMG_4671

Sekitar April 2012 saya dan M mulai tinggal lagi di Sangatta, Kalimantan Timur. Selama dua minggu pertama kami tinggal di akomodasi sementara yang berupa kamar saja. Berhubung tidak ada tempat memasak di kamar tersebut, maka kami makan di kantin karyawan, tempat di mana saya dan M pertama kali bertemu persisnya. Kembali berada di kantin tersebut terasa aneh dan geli karena unsur nostalgianya..hehehe.. Ditambah lagi, teman-teman kantor saya dulu ternyata banyak yang masih berkerja di situ dan makan di kantin yang sama. Jadi, setiap makan pagi atau makan malam (makan siang diantar ke lokasi kerja masing-masing) selalu saja ada mantan kolega yang kaget dan terheran-heran melihat keberadaan saya di sana (karena setahu mereka saya ada di Kolombia). Bahkan beberapa petugas kantin pun masih mengenali saya.
100_6437 100_6251 100_6628 DSC07715

Selain itu saya juga suka berjalan-jalan di sekitar kompleks ini, melihat-lihat area di mana saya dan M pernah tinggal dan beraktivitas dulu. Kompleks ini dibangun sekitar tahun ’90an. Di sini setiap bangunan, entah itu untuk akomodasi atau fasilitas lainnya, diberi nomer. Bentuk bangunannya itu sendiri umumnya berupa rumah kayu panggung yang ada kolongnya, mirip dengan rumah panggung tradisional Dayak dan rumah panggung tradisional Queensland di Australia. Konon kabarnya desain bangunan panggung di area ini memang terinspirasi oleh kedua hal tadi. Pertama, lokasinya di Kalimantan di mana suku Dayak berada; kedua, dulu rekanan bisnis awal dari perusahaan tambang ini adalah perusahaan asal Australia yang banyak beroperasi di daerah Queensland yang banyak rumah panggungnya itu.
Pertama kali kami tinggal di sini sekitar tahun 2008-2010, saya menempati akomodasi nomer T49 dan kemudian pindah ke T52. Sedangkan M pernah tinggal di T44 sebelum akhirnya pindah ke T124. Bangunan T49, T52, dan T44 adalah tipe single accomodation, sementara T124 merupakan rumah panggung tipe family accomodation dengan 3 kamar tidur yang saat itu ditempati M bersama dua orang kolega ekspat lainnya. Tipe akomodasi di area lapangan golf ini kebanyakan berupa bangunan panjang yang terdiri dari 4 unit kamar atau 12 unit kamar, dengan pintu masing-masing kamar tersebut menghadap ke teras panjang. Di kompleks ini ada dua kolam renang, yang satu bentuknya berliku ala kolam renang resort lengkap dengan pool bar, recreation hall, dan gym. Yang satunya lagi berbentuk biasa saja segi empat, dengan lokasi yang bersebelahan dengan minimarket milik perusahaan. Ada juga lapangan olahraga lainnya seperti lapangan tennis, bola basket, bulutangkis, squash, dan rugby.

Kompleks ini berada di dalam lingkungan lapangan golf (18 hole golf course), sehingga bukan hal yang aneh jika setiap hari Sabtu dan Minggu kami menonton orang-orang main golf dari teras kamar. Kadang ada bola golf nyasar ke genting yang kemudian jatuh ke tanah di dekat kamar. Sang pemain golf biasanya mencari bola golf tersebut sampai terbungkuk-bungkuk menengok ke kolong bangunan. Jika kami penghuni kamar kebetulan melihat persisnya ke mana si bola meluncur, tentu kami kasih tahu para golfer tersebut. Ini adalah situasi unik yang mungkin tidak terjadi di lapangan golf lainnya di dunia ini..hehehe..

Waktu pertama kali tinggal di sini, saya juga sempat main golf, atau lebih tepatnya belajar main golf, dengan peralatan pinjaman dari para kolega. Waktu itu, satu-satunya alasan mengapa saya tertarik belajar main golf di sini karena iuran tahunannya yang sangat murah, bahkan nyaris gratis, mungkin hanya sekitar 10% dari iuran tahunan umumnya lapangan golf yang ada di Jakarta. Tarif ini berlaku untuk karyawan perusahaan dan karyawan kontraktor perusahaan, di luar kategori itu saya tidak tahu. Itulah sebabnya di setiap hari libur lapangan golf ini tak pernah sepi. Tetapi ternyata saya tidak menikmati olahraga ini, dan akhirnya lebih banyak bermain squash. Meski sampai sekarang pun saya tidak paham peraturannya… Yang saya tahu, dengan raket khusus squash, pantulkan saja bola karetnya ke dinding..hahaha.. Bagi yang masih penasaran dengan olahraga squash ini, silakan tanya Mbah Google atau Mas YouTube ya.. Dan berikut penampakan sebagian kecil dari lingkungan kompleks tersebut.
100_6144 100_6146 IMG_0515 IMG_0189100_6175 100_6368 100_6380 DSC07051Β Β DSC07075 DSC07096 DSC07706 DSC07707 DSC07708Β DSC07711Β IMG_0504Β IMG_0512DSC00107Β IMG_0506

Setelah beberapa saat, akhirnya kami pindah tempat tinggal ke tipe akomodasi yang lebih lengkap, masih berlokasi di kompleks perumahan yang sama. Bedanya, area sebelumnya berada di lingkungan lapangan golf dan tipe akomodasi umumnya berupa akomodasi dengan satu kamar tidur saja (single accomodation), sementara di area yang lainnya ini lebih mirip kompleks perumahan pada umumnya yang terdiri dari rumah dengan 2 atau 3 kamar tidur (residencial/family accomodation). Tipe akomodasi yang kami tempati ini disebut unit duplex, yaitu satu bangunan dua lantai yang dibagi secara vertikal menjadi dua unit hunian yang berbeda. Tiap unit memiliki dua lantai. Di lantai 1 ada garasi/carport, ruang cuci, gudang, dan ruang PRT (pekerja rumah tangga). Di lantai 2 ada dua kamar tidur, satu kamar mandi, dapur, ruang tamu, dan teras belakang. Bagian depan bangunan ini menghadap ke jalan kompleks, sementara bagian belakang menghadap ke lapangan sepakbola (yang dulunya adalah lapangan olahraga cricket) yang dikelilingi pepohonan rindang. Berikut penampakannya.
IMG_4671 IMG_4631IMG_4637Β IMG_4645IMG_4640 IMG_4638 IMG_4665Β IMG_4656 IMG_4662 IMG_4721
Menurut M dan beberapa kolega lainnya yang lebih berpengalaman di dunia pertambangan, tidak banyak lokasi pertambangan di dunia ini yang dilengkapi dengan kompleks perumahan/akomodasi yang sedemikian lengkap seperti di tempat ini. Lokasi proyek pertambangan umumnya terpencil dengan akses terbatas dan infrastruktur dasar. Di tempat saya berada ini bahkan dulunya ada sekolah internasional setingkat Sekolah Dasar, meski akhirnya ditutup di sekitar tahun 2011 karena jumlah ekspat dan keluarganya yang tinggal di kompleks ini makin sedikit. Dulu ketika saya masih bekerja, hal yang paling saya sukai dari tempat ini adalah bangun di pagi hari sambil mendengar kicauan burung-burung liar yang jumlah dan jenisnya banyak sekali, kemudian begitu buka pintu kamar, udara segar dari lapangan golf dan rindangnya pepohonan merupakan “kemewahan” yang tak bisa diukur dengan uang.
Dan demikianlah sedikit gambaran mengenai bagaimana kami memulai awal yang baru di tempat yang lama. Masih banyak lagi cerita unik kehidupan di minesite camp, dan saya tak sabar untuk segera berbagi.. Ditunggu ya..

Bersambung…

60 thoughts on “(044) Rumah panggung (lagi)…

    • Nah itu dia yg kurang enaknya.., udara segar hanya di malam sampe pagi subuh.., selebihnya panas lembap lengket karena ini daerah pesisir yg lumayan dekat ke garis khatulistiwa.., jadi tropis bingittttsss😁 Coba kalo gak ditata banyak pohon kayak gitu, tambah panas aja..

      Like

    • Oh ya memang sengaja ditata sedemikian asri, hijau, dan rindang karena siang hari aslinya panas lembap banget, maklum daerah pesisir dekat garis khatulistiwa.. Untung fasilitasnya lengkap jadi gak beteπŸ˜€

      Like

  1. Iiiih serunya. Kolam renangnya asik bener itu. Aku dulu masih inget pas masih TK aku sekolah di komplek pertamina di Balikpapan, mirip banget laah sama keadaan disana. Rumahnya, rumputnya masih ijo2. Belakang TK jug masih kebun gitu, ada kubangan dan kolam. ENtah berapa kali aku sering kecebur disana hahahahah

    Liked by 2 people

    • Adem di mata iya, tapi di kulit kurang karena ademnya cuma pas malam sampe pagi subuh, maklum daerah pesisir dekat garis khatulistiwa pula, jadinya tropis lengket banget..
      Bola golf yg nyasar ke jendela kaca belum pernah denger, tapi yg kena pagar teras aku pernah ngalamin.., Kenceng juga suaranya..

      Like

  2. kayaknya yg dibilang M bener deh mbak Em, fasilias disana lengkap bgt.. Pemandangannya asri pula.
    Temen saya ada yg kerja di miningsite di Sulawesi Selatan, gersang boookk :/

    Like

    • Wah dari semua yg komentar, dirimu ini cuma satu-satunya yg familier dengan Tanjung Bara dan istilah LV sekian..hahaha..πŸ˜„ kalo boleh tahu, dulu sempat berkunjung atau tinggal di Sangatta?

      Like

      • Jadi penghuni selama 1.7 tahun teh…
        LV mah makanan sehari-hari keliling kota dan keliling tambang sambil lihat Pit Bintang dari bukit menuju pelabuhan Tanjung Bara

        Like

      • Hahaha..πŸ˜„ tebakan saya benar! Sekarang masih di Hexindo kah? Berarti kita pernah berada di lingkungan ini di saat yg sama, saya di Sangatta yg pertama tuh awal 2009 – awal 2011.., kerja di KPC, tinggalnya ya di Tanjung Bara situ.. Kamu pasti tinggal di pusat kota ya, yg gampang banget kalo mau cari makanan/jajanan enakπŸ˜ƒ Mau baca-baca ah petualangan Sangatta Kang rahmat ini..

        Liked by 1 person

      • Waaaah, si Teteh kerja dimana saat itu?
        Saya masih di Hexindo meski sudah 4 kali mutasi dan kembali pulang ke Jakarta. Padahal di Sengatta saya keliling KPC, TCI, PAMA bahkan DH di Bengalon.
        Yups, saya dipusat kota yang penuh dengan puluhan penjaja makanan enak seperti roti bakar & batagor. Meski jauh dari kampung tapi serasa di rumah sendiri πŸ˜€

        Like

      • Saya waktu itu kerja di KPC, lokasi kantornya di P10 Tanjung Bara, persis depan stockpile dan dekat power plant.. Trus tinggalnya ya di Camp Tj.Bara yg terpencil itu.. Jadi dulu ngantor dan tempat tinggal dua-duanya di Tj.bara.. Eh berasa lucu deh nemu orang Hexindo di blogπŸ˜„ saya kenal beberapa orang Hexindo juga yg tinggal di tj.bara..

        Like

      • Pantesan hafal betul seluk beluk Tj. Bara…
        Orang Hexindo di Tj Bara paling beberapa gelintir aja teh. Btw, jadi penasaran siapa orangnya siapa tahu kenal πŸ˜€

        Like

      • Pak Juliandarsyah sekarang di Balikpapan, Pak Rob Mitchell masih setia di Sengatta, Michael George, Ken Morris, Marcus Federick… Dedengkotnya Hexindo itu mah teh… πŸ˜€

        Like

      • Oh gitu toh.. Sempat jadi tetangga sebelah dengan Pak Juliandarsyah.. Oh ya maksudnya Rob Mitchell, saya tau istrinya juga tapi gak kenal. Michael George dan istrinya tau tapi gak kenal. Kalo suamiku kenal semua dedengkot Hexindo itu.. Kalo ada tugas ke Sangatta lagi kasih tau aja, siapa tau saya masih di situ..

        Like

  3. waaaaa… tempat tinggalnya asyik… baca2 postingan ini jadi tersadar satu hal : bahwa dapet pekerjaan di kalimantan ini bisa berarti dapet kemewahan fasilitas ya… sebelumnya kan mikirnya kalau dapet kerjaan di kalimantan sepertinya hidup akan garing mati gaya, hehehe…

    Like

  4. Ini kok keren ya. Beda jauh sama kediaman saya pas kerja di tambang minyak. Nginapnya di dlm kontainer tp lengkap dgn bed dan AC jg. Kediaman yg sperti ini persis dengan komplek karyawan tambang semen, lgkp dgn pool dan taman2. Tp yg ini lebih keren krn ad lap.golfnya, hehe

    Like

    • Hai Augi.. Makasih sudah mampir dan follow blog saya.. Kalo boleh tau, dulu persisnya di tambang minyak daerah mana?
      Akomodasi model kontainer itu sama seperti yg suami alami waktu kerja di Kolombia. Lokasi tambangnya sangat terpencil sehingga sulit utk bikin akomodasi seperti yg di Sangatta ini. Tapi saya sendiri waktu di Kolombia itu tinggal di apartemen di kota, dan suami pulang ke kota tiap 2 minggu sekali..

      Like

      • Di Barito Utara, Kalimantan Tengah. Masih eksplorasi dan ternyata minyaknya masih mentaj banget, makanya gak nyampe setahun brenti pencarian.

        Like

      • Intinya gitu mbak. Saya juga ga tau istilah tepatnya. Soalnya sy bukan bagian teknisinya. Sy di bagian tenaga kesehatan/mediknya, hehe.
        Jadi nih perusahaan oil service (PT.Elnusa) mengalami kerugian yang lumayan πŸ™‚

        Like

      • Pastinya gitu ya.. Tapi di tambang batu bara juga kadang gitu koq.. Pas sampe tahap eksplorasi eh ternyata lapisan batubaranya banyakan tipis aja, jadi kalo pun diteruskan ke eksploitasi gak akan sebanding dgn biaya operasional. Jadi ya sayonara aja..πŸ˜•

        Like

      • Ia mbak. Pdhl lg seru2nya kerja di sana. Pdhl saat site nya mau ditutup itu sy ditawarin pindah dan ikut ke Riau. Tp sy lebih milih kerja di Kalimantan Selatan saja.

        Like

  5. Pingback: (047) Roster… | Crossing Borders

    • Hai duo adik kakak.., maaf baru sempat balas.. Wah gak nyangka ada juga yg sesama penghuni Sangatta yg sempat mampir ke blog sayaπŸ˜€ Jangan-jangan kita pernah papasan di Aquatic nih..

      Like

      • Ahahahahaha, bisa jadi mba, bisa jadi, di weekend, soalnya kami bisa masuk pas weekend aja sekarang, sudah tidak ada pegawai KPC ataupun kontraktornya. πŸ™‚
        Masih di Sangatta mba?
        *gam masalah keterlambatan membalas* πŸ˜€
        Salam kenal.
        -Yuna, dari Yuna dan Ewank-

        Like

      • Salam kenal juga, Yuna (dan Ewank)πŸ˜ƒSaya dan suami masih di Sangatta, tapi belakangan lagi sibuk di kampung saya di Jawa Barat. Dulu saya karyawan KPC juga tapi berhenti kerja thn 2011.. Tapi mau dulu atau sekarang saya jarang ke Aquatic, seringnya main ke tempat teman aja di seputar Tj.Bara dan Batu Putih.., atau ke gym di Tj.Bara.. Kalian masih di Sangatta kah?

        Like

      • Ah, Yuna dulu kuliah di Bandung, sering bolak balik kalo cuti ke Bandung, adalah setahun sekali mba. Masih. Si Ewang yang menetap di Sangatta. Sibuk ke sana kemari, melakukan hal yang sangat random. πŸ˜€ Oh, 2011 Yuna kerja di Bengalon, sekarang di Kalimantan Selatan, masih seputaran batubara juga kerjanya. Sekarang jarang juga main ke aquatic, sukanya menuh-menuhin pool bar ajah kalo weekend. πŸ˜€ πŸ˜€
        Senangnya ketemu seseorang lain yang mengerti Sangatta di dunia maya ini.

        Like

      • Oh saya juga dulu kuliah di Bandung, di Unpad. Saya bolak balik seputar Kaltim sejak 2008. Tapi seringnya emang ke Sangatta sampe sempet tinggal di sana bbrp tahun. Sekarang resminya masih di Sangatta juga cuma lagi banyak urusan di pulau Jawa dulu..
        Salam Sangatta kalo gitu yaπŸ˜„

        Like

      • Ow, tetangga jauh, aku (yuna) di kampus gajah mba, πŸ™‚
        Wua, ini lagi di Snagatta sih, lagi cuti πŸ™‚
        Sayang banget yah, belom berjodoh. πŸ˜€
        next time mungkin bisa bersua. πŸ™‚

        Like

Leave a comment