Bulan Mei 20 tahun yang lalu..

Mei 1998..

Saya sedang bersiap-siap mengikuti upacara wisuda S1 di tempat saya kuliah, Universitas Padjadjaran Bandung. Saya senang bisa lulus lebih cepat daripada rekan seangkatan dengan predikat cum laude. Tadinya saya mau ikut wisuda di akhir 1997, tapi karena banyak hal akhirnya mundur ke Mei 1998. Saya ingin segera selesai kuliah karena kondisi keuangan keluarga. Krisis ekonomi di tahun 1997 berdampak sangat buruk bagi banyak keluarga di Indonesia.

Memasuki bulan Mei 1998 suasana negeri ini makin keruh. Saya cukup dewasa untuk mengerti apa yang sedang terjadi, dan yang sedang terjadi saat itu bukanlah sesuatu yang bagus.

Di kampus sendiri suasana saat itu bisa dibilang normal, tetapi sebetulnya demonstrasi mahasiswa di seputaran Bandung mulai bermunculan sejak tahun 1997 ketika saya sedang sibuk membuat skripsi. Ketika sedang mengurus administrasi kelulusan, saya tak sengaja bertemu mahasiswa senior satu angkatan di atas saya, kabarnya dia seorang “aktivis”. Saya berbasa-basi, bertanya kabar dan sebagainya. Kemudian dia jawab bahwa dia sedang sibuk memperjuangkan demokrasi (kira-kira semacam itulah, lupa persisnya bicara apa). Saya hanya manggut-manggut mendengarkan ceritanya tentang “perjuangan demokrasi” tersebut. Saat dia bercerita sana sini dengan penuh semangat, saya dalam hati bertanya-tanya, orang tuanya kira-kira tahu apa tidak kalau anaknya lebih sering ikut demo daripada kuliah.

Sedikit mundur ke tahun 1997, saat itu skripsi saya sebetulnya sudah selesai. Ada beberapa kejadian yang mengiringi momen pembuatan skripsi di sepanjang tahun 1997 tersebut: film Titanic (Leonardo DiCaprio/Kate Winslet meledak di pasaran (saya sampai muak mendengar lagu soundtrack-nya, My Heart Will Go On / Celine Dion); Krisdayanti (yang sedang hamil anak pertamanya dari Anang) merilis album perdana, sehingga istilah krismon (krisis moneter) dipelesetkan jadi Krisdayanti montok; Princess Diana meninggal karena kecelakaan di Paris; kemudian grup music The Corrs asal Irlandia sedang hits banget.. Kembali ke soal skripsi, itu adalah pembuatan skripsi yang penuh perjuangan karena bertepatan dengan krisis ekonomi yang sangat parah. Sebagai gambaran, harga mi instan hari ini masih Rp 250 per bungkus, besoknya jadi Rp 1,250. Harga kertas HVS per rim menjadi berlipat-lipat dari harga di hari sebelumnya. Harga 1 dolar Amerika hari ini masih sekitar Rp 2,000.., besoknya berubah jadi Rp 16,000. Satu per satu perusahaan gulung tikar. Penghasilan bulanan orang tua saya yang sebelumnya cukup untuk biaya hidup sebulan, jadinya hanya cukup untuk 2 minggu. Entah bagaimana dulu itu kami bisa bertahan… Dan saya ingat, karena hal ini, mereka harus mengurus jadwal ulang pembayaran cicilan rumah. Saya menemani Ibu ke bank. Ayah tak sanggup pergi karena beliau merasa semuanya akan terlalu emosional baginya.

Kembali ke Mei 1998.. Saya hanya berharap, keadaan akan membaik. Saya akan menjadi seorang Sarjana, kemudian mencari pekerjaan, itu saja harapan saya saat itu.

Tapi keadaan bertambah buruk..

Saat itu saya sudah kembali tinggal di Cianjur, di rumah orang tua, dan tidak lagi kos di Bandung. Adik cowok ada yang sudah bekerja di Jakarta. Di rumah masih ada 3 adik yang berusia SMP dan SMA. Meski Cianjur dan Bandung jaraknya tidak jauh dari Jakarta, seingat saya suasana di dua kota ini biasa saja, tidak ada keramaian yang aneh-aneh. Tapi berita di TV makin hari makin panas. Demonstrasi mahasiswa di Jakarta, yang kelihatannya didominasi mahasiswa berjaket kuning makin marak.. Dan akhirnya.., tanggal 12,13, dan 14 Mei, pecahlah semuanya..

Terjadi bentrokan besar yang diiringi kekacauan parah yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Ada pembunuhan, ada penjarahan, ada teror mengerikan, ada begitu banyak pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di minggu itu. Suasana di banyak sudut Jakarta seperti medan perang. Rasanya seperti tidak nyata, tapi ini nyata.. Adik saya terjebak di kantornya, tak bisa ke mana-mana selama berhari-hari. Sementara suara helikopter tiada henti meraung-raung di sekitar gedung tempat dia bekerja. Suara tembakan dan kericuhan pun datang silih berganti. Saya sempat menelponnya, dia benar-benar sangat ketakutan.. Tapi kami di rumah pun tak bisa berbuat banyak selain berdoa. Harap diingat, di masa itu alat komunikasi tidak sebanyak sekarang, handphone dan kamera digital adalah barang yang sangat mewah, internet masih sangat terbatas, dan media sosial belum ada.

Adik saya akhirnya bisa keluar dari gedung tempat dia bekerja dan langsung pulang ke Cianjur. Suasana terasa hening mencekam. Setelah bentrokan mereda, saya mulai mendengar lebih banyak lagi hal-hal yang mengerikan yang telah terjadi. Dan kali ini saya merasa marah.. Marah yang sulit dilukiskan dengan kata-kata.. Marah entah kepada siapa.. Marah pada keadaan.. Bagaimana mungkin antar sesama manusia bisa sekejam itu..??? Dari marah.., kemudian saya merasa sedih yang luar biasa.. Sedih dan putus asa.. Rasanya ingin saya memeluk semua korban kekerasan di hari-hari itu.. Kegembiraan menjelang wisuda menguap begitu saja.. Itu mungkin momen yang memicu saya menjadi orang yang skeptis dan apatis dalam beberapa hal..

Di rumah, Ibu berkata bahwa kondisi ini mengingatkan beliau akan kejadian Gerakan 30 September 1965. Saat itu beliau masih remaja. Beberapa saat setelah kejadian tersebut, beliau juga merasakan “keheningan yang mencekam” itu..

Yang terjadi di hari-hari selanjutnya, gejolak politik masih berlanjut meski kekerasan mulai mereda. Dan tiba-tiba.., negeri ini punya presiden baru!

Sejak saya lahir di pertenghan dekade 70-an sampai hari itu tanggal 20 Mei 1998, saya tak perlu repot menghapalkan nama-nama presiden negeri sendiri karena orangnya selalu sama..

Dan kemudian, hari wisuda pun tiba, 30 Mei 1998. Saya memutuskan untuk DIY (do it yourself) semuanya: make-up, baju kebaya, dan semua printilan lainnya untuk menghemat biaya.. Seorang kerabat dengan baik hati meminjamkan mobil sekaligus sopirnya kepada kami. Meski di Bandung tidak terjadi kerusuhan seperti di Jakarta, suasana di kampus tempat wisuda masih terasa tegang.. Upacara wisuda dijaga oleh sekian banyak polisi dan tentara bersenjata lengkap.. Bukan hal yang lazim tentunya..

Saya bersama Ibu dan Ayah (alm) di hari wisuda, 30 Mei 1998..

Dan akhirnya saya pun resmi menjadi seorang Sarjana. Masa depan terbentang di depan saya.. Masa depan yang suram..

Singkat cerita ke Mei 2018.. Tak pernah terpikir oleh saya bahwa 20 tahun kemudian, saya akan duduk menuliskan kisah ini di rumah saya di Australia. Terlepas dari awal yang terseok-seok, banyak kejadian manis, pahit, dan getir selama 20 tahun itu.. Dan ternyata saya baik-baik saja..

Dan begitulah, bulan Mei 20 tahun yang lalu..

Catatan penulis: Terima kasih pada dua rekan blogger yang sudah berbagi kisah pribadi mereka tentang kejadian Mei 1998 ini. Yang pertama, Mariska, yang menulis kisahnya setahun yang lalu, satu kenangan dari sudut pandang seorang anak perempuan berumur 9 tahun dengan latar belakang keluarga kaum minoritas di Indonesia. Yang kedua, Ryo, yang menulis kisahnya di bulan ini, sebuah memori dari sudut pandang anak laki-laki kelas 2 SMP dengan latar belakang keluarga kaum mayoritas di Indonesia. Keduanya berdomisili di Jakarta saat kejadian tersebut. Terima kasih, Mariska dan Ryo.. Kalian sudah menginspirasi saya untuk menyelesaikan draft tulisan ini. May time heal us well.. Wish you all the best..

43 thoughts on “Bulan Mei 20 tahun yang lalu..

  1. Congratulations Emmi, tentunya ortumu sangat bahagia dan bangga saat itu.
    Ingat tahun 1998, aku baru wisuda setahun yg lalu masih terseok seok nyari kerja, akhirnya bikin baju anak anak dan mulai dijual pada kenalan.
    Saat kerusuhan tersebut hari jumat kakak ku berhasil lolos dari tempat kerja di jakarta dan langsung ke Station Gambir menuju Bandung, menurut dia di dalam kereta penuh dgn orang orang yg berdarah darah, entah penjarah atau pun korban.
    Masa kelam bagi bangsa kita.

    Liked by 1 person

    • Hehehe..makasih, Yang.. Ya betul itu adalah salah satu masa kelam bangsa kita.. Gak nyangka aja ternyata ngalamin sendiri, biasanya kan dapat ceritanya aja dari orang-orang tua.. Angkatan kita kelihatannya memang agak apes lulus kuliah di masa-masa sulit ini.. Banyak kisah ngeri dan sedih.. Aku masih suka agak gimana gitu kalo inget-inget lagi..

      Like

  2. Makasih udah sharing Mbak. Waktu kejadian 1998 ini aku masih kecil banget dan tinggal di Sulawesi, cuma inget samar2 liat berita di TV. Pas udah besar baca2 sejarah, baru sadar betapa parahnya masa itu 😦 Baca cerita Mbak jadi tambah 1 lagi cerita personal yang aku denger. Semoga ga keulang lagi ya peristiwa kayak begini, suram sekali bacanya, ga kebayang yang mengalami langsung gmn 😦

    Liked by 1 person

    • Sama-sama, Dixie.. Aku berbagi cerita di blog memang biar generasi yg lebih muda tahu, biar lebih mengapresiasi sejarah bangsa. Aku ragu apakah kejadian ini dimasukkan dalam buku pelajaran sejarah Indonesia..
      BTW, perasaan aku tuh udah follow blogmu tapi ternyata belum. Jadi aku follow sekarang .. Barusan ngintip, suka sama tulisannya..

      Liked by 1 person

  3. Wah Emmy, membaca ceritamu yang sangat detail sekali dan ingat semua kejadian 20 tahun itu berarti memang sangat membekas di ingatan sampai ga mungkin terlupa ya. Kamu sastra Rusia ya kalau ga salah, dan lulus cumlaude, hebat sekali Emmy.
    Yang aku ingat saat hari kerusuhan itu, aku baru pulang sekolah (masih SMA) setelah ekskul Karate. Sampe kosan, teman2 lainnya sudah berkerumun depan TV lihat liputan di Jakarta. Surabaya adem ayem pada saat itu. Jadi kami yang nonton TV ikutan tegang. Lalu keesokan harinya saat ada berita kematian beberapa mahasiswa, pemerkosaan, penjarahan, sedih dan kesal rasanya. Lalu seluruh siswa dikumpulkan di lapangan untuk berdoa bersama.

    Liked by 1 person

    • 1998, pas kuliah semester 6 kalo gak salah. Di kost-an aja ngeliatin TV nyiarin demo gede2an. Karena aku kost di Depok jadi gak terlalu ngaruh karena jauh dari Jakarta kali ya. Alhamdulilah sampe kerusuhan dan segala demo berakhir, aman. Tapi ya tetap sedih banget ngeliat di sana-sini banyak korban berjatuhan 😦

      Liked by 1 person

    • Hehehe..makasih pujiannya😀 Memang membekas di ingatan, dan sebetulnya ada banyak detail lainnya yg aku ingat juga, cuma kalo ditulis semua nanti kepanjangan.. Di tahun 1997-1998 itu aku udah jadi orang dewasa yg kebetulan juga seorang mahasiswa yg lagi beresin kuliahnya.. Yang demo itu kan mahasiswa generasi aku atau mungkin 1-2 tahun di atas/bawahku, jadi berasa banget semuanya.. Jadi intinya kejadian ini akan selalu ada di memoriku.. Ssmpai sekarang kalo inget lagi selalu bikin sedih..😔

      Like

  4. Detail ya masih ingat semua, sampai apa yg lg ngehits saat itu..hebat memorinya. Waktu kerusuhan posisi saya di Jakarta dan yg teringat adalah melihat semua dari atas gedung di daerah Sudirman, barisan pendemo dan barisan tentara dengan panser bergerak menuju satu titik. Tidak pernah menyangka itu preambule salah satu momen mengerikan yg akn tercatat di buku sejarah. Terima kasih sharing kisahnya. Semoga tdk seorgpun lupa, shg tdk mengulangi tragedi itu lagi.

    Liked by 1 person

    • Hehehe..makasih pujiannya.. Kadang aku juga heran koq masih ingat.. Adikku juga cerita soal barisan tentara dengan pansernya itu.. Ini kejadian 20 tahun yg lalu tapi setiap kali mengingatnya aku tetap aja sedih.. Semoga tak terulang.. Makasih juga udah nyempetin baca dan komen..

      Like

  5. Saya belum pernah dengar atau baca kisah tentang kerusuhan Mei 98 sebelumnya. Waktu kejadiannya saya masih bayi, hehe. Dan sekarang, semuanya kamu ceritakan dengan detail, Mbak. Saya jadi terbayang betapa ‘seram dan tegang’ suasana waktu itu. Semoga nggak terjadi lagi kejadian seperti itu. Aamiin.
    Makasih, Mbak sudah sharing.

    Liked by 1 person

    • Hello, Kinan.. Saya sebetulnya udah bisa menduga bahwa generasi yg lebih muda mungkin banyak yg tidak tahu soal ini.. Apa tidak dituliskan dalam buku pelajaran sejarah? Bukan bermaksud menakuti, kisah versi saya tidak seram dibandingkan kisah orang-orang yang menjadi korban atau saksi di TKP.. Sampai sekarang saya masih suka sedih kalo mengingatnya kembali.. Semoga tak kejadian lagi.. Makasih sudah mampir ke blog saya..

      Like

  6. saya mei 1998 baru wisuda juga mba emm..tapi baru lulus Mts, waktu itu juga di Yogya mau pulang ke bogor lewat jakarta, tertahan di rumah temen daerah cakung, ga bs pulang, krn ga ada bis yg operasi dr jakarta, yang ngeri itu saya lewatin mall klender di jakarta timur sehabis kerusuhan, bener2 ngeri rasanya, mencekam gitu, lewat bau hangus dan kyk bau dgaing kebakar itu masih tercium..dari mall klender.., iya krismon saya inget banget, ibu saya sampe jualan bakso buat nambah2 penghasilan-.-‘ krn beliau mikir saya harus lanjut sekolah lagi

    Liked by 1 person

    • Berarti kamu lihat sendiri kondisi kota pasca kerusuhan ya.. Waduhh itu lebih ngeri lagi ngebayanginnya.. Kalo aku kan diceritain adik yg kerja di Jakarta itu.. Iya krismon 1997 itu emang edan lah.. Bikin tumbang perekonomian.. Beruntunglah kita masih punya orang tua yg tetap berjuang dan juga diberikan rezeki supaya bisa bertahan..

      Like

  7. thanks for sharing, mudah-mudahan dengan banyaknya orang yang menulis ttg ini masyarakat jadi gak lupa tentang apa yang terjadi 20 tahun lalu dan semoga gak akan pernah terjadi lagi

    Liked by 1 person

  8. Saya tahun 1998 itu baru mahasiswa tingkat pertama di kampus kuning tersebut. Dan saya ingat banget hari hari tersebut saya tidak bisa pulang ke rumah dan terpaksa menginap di rumah saudara di Depok selama beberapa hari dan hanya bisa mengamati keadaan di Jakarta melalui berita di Tv. Dan pada saat saya dijemput pulang ke rumah oleh orang tua, saya lihat suasana Jakarta yang sangat mencekam dan hasil bakar-bakaran yang mengakibatkan beberapa gedung hangus terbakar 😦 Semoga gak ada lagi kejadian seperti itu…

    Liked by 1 person

    • Berarti kamu sempat lihat sendiri kondisi Jakarta pasca kerusuhan ya.. Waduh itu mah lebih serem.. Kalo aku kan diceritain adik yg kerja di Jakarta soal ini.. Ya semoga jangan ada lagi hal buruk seperti ini..

      Liked by 1 person

  9. Mbaakk, keren lulus cum laude. Belajarnya gimana sampe bisa cum laude?
    Mei 1998 aku SMP kelas 1. Supir mobil jemputan kami cukup ngebut drop kami ke rumah masing2, keadaan semakin mencekam. Warga keturunan meninggalkan Jakarta (atau Indonesia mungkin?!). Tentang jaket kuning, tak menyangka 5 tahun kemudian aku mengenakan jaket kuning tapi paling malas disuruh ikut demonstrasi.

    Liked by 1 person

    • Hehehe..makasih, Frany.. Belajarnya standar aja, cuma aku emang fokus ke belajar, jarang ikut kegiatan lain di kampus, jadi mungkin karena itu apa yg dipelajari lebih nempel di otak.. Mungkin loh ya.. Aku juga dengar soal eksodus besar-besaran warga keturunan Tionghoa tsb.. Aku ngebayanginnya, yg punya duit gampang tinggal nongol ke bandara, yg gak punya..? Mungkin mereka terjebak di rumah sendiri.. Aduh ngebayanginnya aja aku ngeri.. Oh ya pas aku tulis “jaket kuning”, aku ingetnya sama kamu loh..hehehe..

      Like

      • Nah, “… fokus ke belajar” >> pantes aja cum laude *salut. Beda banget sama aku si mahasiswi kunang – kunang (kuliah trus nangkring dan repeat) 😅
        Pengamatanku, makanya semakin kesini semakin banyak warga keturunan yang memilih menjadi WNA. Ya gak apa2 juga, hak mereka.
        Sok ngaku2 jaket kuning ya aku, padahal secara pemikiran skeptis, apatis, dan pragmatis 😆

        Liked by 1 person

      • Hehehe..makasih, Fran.. Dulu aku mau jadi mahasiswi kunang-kunang pun mau ngapain, dekade 90an gitu loh, belum banyak yg hits kayak dekade berikutnya.. Soal pilihan kewarganegaraan itu memang pilihan pribadi lah ya..
        Jaket kuning kek, jaket biru kek yg jelas orang kan beda-beda karakternya.. Ada stereotip, ada pula yg beda dari biasanya..

        Liked by 2 people

  10. Tulisan yang bagus Mbak Emmy. Saya tidak punya memori apa2 tentang Mei 98 (saya belum genap 4 tahun dan tinggal sungguh jauh dari ibu kota). Tapi saya baru melek kejadian ini pas kuliah gara2 suka baca puisi dan dengar cerita teman2 yang tinggal di Jakarta. Entah kenapa langsung merinding kalau dengar cerita mereka.

    Btw, ada satu info yang saya dapatkan dari bapak saya tentang Mei 98, kalau department store atau tempat hiburan di Sidoarjo tetap ramai ketika krismon.

    Liked by 2 people

    • Wajar kamu gak punya kenangan tentang kejadian ini, apalagi gak tinggal di Jakarta waktu itu.. Kelihatannya kejadian ini juga belum masuk buku pelajaran sekolah ya.. Jadinya generasi yg lebih muda banyak yg gak tau..
      Wah berarti Sidoarja bukan cuma aman politik tapi mungkin aman ekonomi juga ya saat itu..hehehe

      Liked by 1 person

  11. Untungnya adik mbak aman2 saja meskipun terkurung di kantor, saat itu, teman2 bpk saya pun akhirnya bisa kluar kantor stelah 2 hari, tepatnya tgl 15 mei 1998, tanpa makanan, hanya minuman dan biskuit seadanya, andaikan bpk saya pun tidak nekat kluar, mgkin 2 hri juga saya bakal terkurung, nice story mbak..di Cianjur tetep damai ya mbak hehe

    Liked by 2 people

    • Makasih, Ryo.. Saya yakin banyak kisah orang-orang terjebak lainnya juga.. Iya untungnya (dan anehnya) di Cianjur aman aja.. Ini yg panas hati emang di Jakarta kayaknya.. Semoga gak ada lagi kejadian macam gini.. Aamiin

      Liked by 1 person

  12. saya masih SMP

    yang tinggal di salah satu kota di jawa tengah, yg setelah mei itu jg sempet ada kebakaran salah satu supermarket berbuntut penjarahan dll. serem siy, seinget saya.. soalnya pas berangkat sekolah pagi2 banyak polisi dan sempet kena gas air mata.

    tapi jd tau kena gas air mata itu pedih :D.

    salam kenal mbak emmy,

    Liked by 2 people

    • Ya ampun sampe kena gas air mata..😯kamu masih ingat banget ya.. Memang menyeramkan, apalagi kalo lihat sendiri.. Saya dengar juga soal kerusuhan di kotamu itu.. Semoga tak ada lagi kejadian macam gini.. Aamiinn
      Salam kenal juga.. Makasih udah mampir..

      Liked by 1 person

  13. Ah aku rasanya senang banget bisa baca cerita dari sisi kamu (walau topiknya jauh dari senang). Aku minggu kemarin baru bahas ini sama psikolog aku, dia nggak tahu ada kejadian seperti ini di Indonesia sebelum aku cerita (kayaknya aku satu-satunya pasien dia yang dari Indonesia)

    Liked by 2 people

    • Aku juga lega udah cerita, Mar.. Sebelumnya aku gak pernah cerita secara publik kayak gini.. Generasiku itu adalah generasi mahasiswa pencetus proses ketidakadilan yg berujung di kejadian Mei 1998 ini.. Selain itu, saat krisis yg berujung dgn kerusuhan besar ini terjadi, aku udah jadi orang dewasa yg ngerti banget apa yg sedang terjadi, sehingga berbekas banget di ingatan.. Selalu sedih setiap kali ingat.. Kadang aku mikir, generasiku sejak kejadian ini mungkin jadi silent majority yg perlu terapi psikologi juga.. Biar lega gitu.. Semoga gak ada lagi kejadian macam gini.. Aamiinn..

      Liked by 1 person

  14. Halo Mba Emmy,

    baru buka blog mba emmy lagi nih, ceritanya cerita tentang 20 Tahun yang lalu, aku bacanya merinding mba, dan saya pun masih ingat kejadian Mei 1998 itu. Waktu itu aku masih kelas 6 SD, sementara adek laki-laki aku masih umur 5 Thn. … Aku pun waktu itu ketakutan, bingung, cemas, pokoknya perasaan campur aduk …

    Like

    • Hehehe..saya juga makin sulit punya waktu buat nulis lagi belakangan ini.. Iya kejadian Mei 1998 ini membekas di generasi yg mengalaminya, entah itu sebagai anak-anak maupun orang dewasa. Semoga tak terjadi lagi..

      Like

Leave a reply to Crossing Borders Cancel reply