Rp 100,000 cukup untuk apa..?

IMG_4496

Saat ini saya sedang membaca buku berjudul Hungry Planet: What the World Eats karya Peter Menziel dan Faith D’Aluisio, dengan prawacana yang ditulis oleh Marion Nestle. Ini buku terbitan lama sebetulnya, pertama kali dirilis sekitar tahun 2007. Saya tertarik membelinya setelah membaca pembahasaannya di Daily Mail UK online sekitar tahun 2013, tapi baru kejadian beli itu buku di tahun 2017, dan sampai sekarang masih nyicil baca..hahaha.. Niat gak sih, Bu..

Meski belum tamat baca, saya tahu inti dari buku ini. Para penulis, yang salah satunya adalah seorang fotografer profesional, melakukan semacam riset di berbagai belahan dunia untuk mengetahui berapa banyak uang yang dihabiskan oleh satu keluarga untuk belanja dapur mingguan. Ya, itu saja intinya, setidaknya ide awalnya begitu. Namun pada perkembangannya, buku ini mengungkap lebih banyak hal tentang budaya orang di berbagai negara hanya dari belanja dapur mereka.

Saya tak bermaksud membuat review buku di tulisan ini. Tapi saya cerita sedikit saja tentang isinya.. Melalui buku ini saya jadi tahu biaya rata-rata belanja mingguan sebuah keluarga di Australia itu sekian kali lipat dari hal yang sama di Chad (salah satu negara di Afrika Utara), misalnya. Kemudian bahan makanan yang dibeli pun ada yang sama, ada yang berbeda, ada yang merek lokal, ada yang merek global. Menarik sekali.. Buku ini ditulis oleh orang Amerika Serikat sehingga mata uang pengukurnya tentu dolar Amerika Serikat. Sementara artikel yang saya baca berasal dari Inggris, sehingga mata uang pengukurnya poundsterling Inggris.

Karena itu saya jadi berpikir, jangankan perbandingan antar negara, di dalam satu negara yang sama saja harga-harga itu cenderung berbeda. Kemudian saya jadi ingat masa lalu (halahhh..masa lalu..hehehe), ketika saya masih sering nomaden, mulai dari antar kecamatan sampai antar benua. Karena waktu itu intensitas nomaden tersebut lumayan tinggi, jadinya perbedaan standar harga, yang biasanya merujuk ke biaya hidup secara umum, makin terasa di dompet.

Kemudian saya mendapat ide  “pendekatan Rp 100,000”. Maksudnya, “uang seratus ribu rupiah itu kira-kira cukup untuk beli apa saja” di tempat/daerah yang pernah/sedang saya tinggali/kunjungi. Beli “apa saja” di sini maknanya lebih ke makanan atau bahan makanan.. Saya pakai mata uang rupiah karena saya orang Indonesia, pembaca blog saya juga orang-orang yang berbahasa Indonesia. Angka 100,000 dipakai karena itu adalah pecahan terbesar dalam mata uang Indonesia.

Biar lebih terarah, maka saya akan ambil rentang waktu 2008-2018, meliputi beberapa tempat/negara yang saya tinggali/kunjungi. Jadi bakal ada momen di mana saya belanja sebagai penduduk atau pengunjung dari daerah tersebut. Tentunya ini akan membedakan keakuratan “nilai ekonomi” dari si seratus ribu rupiah tadi..

Baiklah, kita awali dari tahun 2008. Saat itu saya tinggal di Jakarta dan kemudian pindah ke Tangerang, keduanya masih di Pulau Jawa. Seratus ribu rupiah saat itu cukup untuk 8 kali makan di warteg dengan menu nyaris vegetarian (baca: sayuran/protein nabati). Masih di tahun yang sama, saya juga masih sering mudik ke kampung halaman di Cianjur. Di kota ini saat itu seratus ribu rupiah cukup untuk makan di warung 10 kali dengan menu sayuran dan telur/ayam/ikan. Mulai kelihatan bedanya kan.. Oh ya, di tahun 2008 ini saya juga sempat berkunjung ke Ho Chi Minh City, Vietnam. Ini adalah liburan pertama saya di luar Indonesia. Selama di sana saya sering beli semacam rujak buah kalau di Indonesia, dan tentu saja air mineral dalam botol ukuran 600 ml. Harganya masing-masing sekitar VND 5,000 (Rp 3,000). Jadi kelihatannya standar harganya hampir sama dengan kota-kota di Pulau Jawa.

Tahun 2009-2010 saya tinggal di Sangatta, Kalimantan Timur. Ini adalah kota yang hidup dari industri pertambangan. Saya sebetulnya jarang beli makanan atau bahan makanan saat itu karena hampir semua kebutuhan hidup disediakan oleh perusahaan tempat saya bekerja. Sehingga saya lumayan kaget ketika pertama kali beli satu porsi nasi padang dengan menu telur balado harganya Rp 20,000, sementara di Cianjur paling Rp 9,000. Dan ternyata untuk menu nasi dan sayuran, serta protein nabati (tempe/tahu) harganya rata-rata memang segitu. Jadi seratus ribu rupiah hanya cukup untuk 5 kali makan di warteg dengan menu vegetarian. Kemudian harga 1 galon air mineral tanpa galon (jadi beli airnya sambil tukar galon) itu Rp 33,000; sementara di Cianjur hanya Rp 9,000. Jadi di Sangatta Rp 100,000 hanya cukup untuk 3 galon, sementara di Cianjur masih bisa untuk beli 11 galon.

Tahun 2010 saya dan M berlibur di Mesir dan Hongkong/Macau. Di Kairo harga air mineral botol 600 ml waktu itu sekitar EGP 6 (Rp 10,000), jadi dengan seratus ribu rupiah bisa dapat 10 botol. Sementara di Hongkong/Macau air mineral 600 ml itu harganya HKD 7 (Rp 70,000), uang 100 ribu rupiah hanya cukup untuk 1,5 botol air. Selain itu, di Hongkong harga kamar hotel bintang 3 sama dengan harga kamar hotel bintang 5 di Jakarta. Langsung saya berpikir, Hongkong/Macau tak “ramah di dompet” kayaknya. Di kemudian hari saya tahu ternyata Hongkong adalah salah satu wilayah termahal di dunia.

Tahun 2011 saya dan M tinggal di Kolombia (Amerika Selatan). Karena tinggal di sana, bukan sekedar berkunjung, maka saya punya gambaran lebih jelas tentang biaya hidupnya. Kami tinggal di Barranquilla, sebuah kota besar di pesisir Laut Karibia. Secara umum biaya hidupnya sekitar 2 kali lipat dari biaya hidup di Bandung atau Jakarta. Harga air mineral 600 ml itu COP 4,000 (Rp 20,000). Harga satu porsi makan siang menu lengkap di “warteg”-nya mereka sekitar COP 10,000 (Rp 50,000). Jadi bisa terbayang kan Rp 100,000 cukup untuk apa..

Tahun 2012 kami kembali ke Australia dan tinggal selama beberapa bulan di Charters Towers, sebuah kota sangat kecil di wilayah North Queensland. Meskipun sering berada di Australia sejak tahun 2009, baru kali itu saya punya gambaran jelas tentang biaya hidup di Australia, khususnya di wilayah North Queensland. Secara umum biaya hidupnya sekitar 7 kali lipat dari biaya hidup di Bandung atau Jakarta. Satu porsi makan siang di “warteg” harganya sekitar AUD 10 (Rp 100,000). Tapi jika masak sendiri di rumah, AUD 10 itu cukup untuk makan empat orang sekali makan.

Masih di tahun 2012, kami pindah lagi ke Sangatta, Kalimantan Timur, Indonesia. Standar harga waktu itu sedikit meningkat dibandingkan 2 tahun sebelumnya ketika kami tinggal di sana pertama kali. Standar harga di kampung halaman saya, Cianjur, juga agak meningkat. Yang bikin kaget, pernah waktu jalan-jalan di mal Grand Indonesia, kemudian kami beli 2 cangkir cappucino (cangkirnya kecil sekali, seperti cangkir mainan) dan 4 potong kue pastry yang ukurannya cuma sebesar dua jari (jari saya pula, bukan jari gajah) total harganya Rp 200,000.. OMG! Mahal sekali! Itu padahal belinya di coffee shop lantai dasar yang menurut kami bagus tapi sama sekali tidak mewah. Di Townsville, tempat kami tinggal sekarang, setidaknya bakal dapat kopi di mug besar plus 2 muffin segede gaban untuk tiap orang dengan harga segitu. Kami tinggal di Indonesia sampai akhir 2016. Dan selama itu pula, saya rasakan harga-harga semakin meningkat. Belanja dapur+kebutuhan rumah bulanan bisa tembus angka satu juta rupiah, padahal rumah seuprit yang isinya cuma 3 orang. Bagi saya itu angka yang fantastis.

Tahun 2012 kami berlibur di Amerika Serikat, kemudian tahun 2014 di Eropa (Inggris, Perancis, dan Italia). Bukan sombong bukan congkak, meski hanya 3 minggu di Amerika Serikat dan 3 minggu di Eropa, kami merasa biaya hidup di 4 negara ini sedikit lebih murah daripada biaya hidup di Australia (ceileh.. dibilang “murah”..,hahaha). Maklumlah, negara maju yang pertama kali saya “kenal” secara pribadi ‘kan Australia. Saya kira standar harganya bakalan sama. Lain cerita dengan Singapura, saya sering berada di negara ini, entah transit atau berlibur, dan setiap kalinya saya yakin ini negara sepertinya lebih mahal biaya hidupnya daripada Australia. Dan ternyata saya benar, belakangan saya tahu bahwa Singapura secara umum memang lebih mahal daripada Australia.

Dan akhirnya.., sejak 2017 lalu kami mulai menetap lagi di Australia, tepatnya di Townsville, sebuah kota berukuran sedang di wilayah North Queensland. Meski tahu sejak lama bahwa biaya hidup di sini jauh lebih tinggi daripada di Indonesia, tetap saja awal-awal masih suka “gemes” lihat harga-harga..hahaha.. M bilang saya harus segera “move on” dari standar harga di Indonesia. Memang betul sih..

Seratus ribu rupiah itu (AUD 10) di Townsville sini cukup untuk 1 kali makan untuk 1 orang di “warteg” (belum termasuk minumnya kalau beli juga), atau 1 kali “ngupi-ngupi cantik” dengan menu 1 cangkir kopi dan 2 kue (yang ukurannya cukup besar buat saya) untuk 1 orang di kedai kopi biasa, atau 1 kali makan untuk 4 orang jika masak sendiri di rumah.

Nah, di tempatmu tinggal sekarang, Rp 100,000 cukup untuk beli apa..?

Catatan: AUD (Australian Dollar), COP (Colombian Peso), EGP (Egyptian Pound), VND (Vietnamese Dong), HKD (Hongkong Dollar)

 

 

63 thoughts on “Rp 100,000 cukup untuk apa..?

  1. 50 kr buat beli apa ya? Mungkin keripik kentang dapet 1.5 kantong, yang size biasa, bukan jumbo. Kira2 mangga dapet dua biji. Tofu dapet 3 biji sementara tempe dapet 2.

    Like

  2. 100.000 rupiah cukup untuk beli 3 kotak susu kedelai 1 liter @ 30.000 atau 10 cup yoghurt @ 10.000 atau 2.5 kilo pear xiang lie @ 38.000 atau 20 tahu cina / tempe @ 5.000, tapi udah engga cukup untuk beli 1 loyang pizza ukuran large 😀

    Like

    • Ini di Jakarta kah, Wien..? Makin berasa seret ya seratus ribu.. Eh ngomong-ngomong soal pizza, aku ngerasa pizza di Australia malah jatohnya lebih murah loh daripada di Jakarta. Aku ngebandininnya misalnya Domino vs Domino..

      Like

      • Iya di Jakarta mba. Kalau kata temanku, 1 juta sekarang saja rasanya nda punya arti lagi apalagi 100 ribu haha. Aku cuma 1x beli pizza di Domino habis itu engga pernah beli lagi jadi engga tahu harganya berapa, tapi 100rb ga cukup untuk pizza large di Pizza Hut yang slicenya kalau engga salah ada 8 slices. Di Pizza Marzano juga engga cukup, pasti 100rb lebih.

        Like

      • Di Australia masih bisa tuh 100 rebu dapat pizza yg large. Bahkan kalo lagi promo bisa dapat setengah harga.. Di sini promo-promo pizza sering banget pula.. Bener kata temanmu, 1 juta tak berasa jutawan lagi..hehehe..terutama di kota besar..

        Like

      • Apa karena pizza bukan makanan utama di Indonesia mba? Hahaha.. Iya 1 juta udah engga berasa sekarang mba, bisa habis dalam sekejap kalau engga dikontrol.

        Like

      • Kayaknya gitu sih, lebih banyak pizza yg dikonsumsi di Australia daripada di Indonesia. Di kota ukuran super duper mini (bukan kecil lagi) saja ada kedai pizza sekelas Domino. Trus kayaknya bahan-bahan utk bikin pizza juga jauh lebih murah, terutama keju dan protein hewani..

        Like

  3. kalo di tempatku :
    – beli makan siang 5x dengan lauk ayam + sayur ( tanpa minum ).
    – beli gado gado 8 bungkus
    – beli es teh 20 gelas
    – beli batagor siomay 10 porsi
    – beli mie ayam 6 mangkok
    – tiket nonton 1x
    – beli bakso 10 bungkus
    – beli nasi pecel lauk ati ampela / ayam di warung 10 bungkus

    Like

  4. Di Jakpus 100.000 itu bisa: 6 kali makan (gado2, mie ayam bakso pangsit, nasi padang). Dapet 10 butir kelapa muda. Dan nonton di bioskop CGV untuk 2 orang saat weekend. Tapi kalo ke Mall ya gak cukup 100.000, bayar parkir Mall aja udah berapa, belum makan besar, dan ngopi atau ngafe.

    Like

    • Hahaha..ngemal di Jakarta mah boros ya.. Kalo bayarnya pake tunai bisa kelamaan ngitung duitnya.. Standar harga yg kamu sebut itu bikin saya inget menu harian waktu masih ngantor di Jakarta sekitar 2007-2008, harganya dulu gak setinggi itu sih (ya iyalah..hehehe)

      Like

  5. $10 di Aus bisa buat beli 2 ltr milk, bread, butter, and bag of bananas I think. Kalo di luar grocs, bisa buat ngupi and cake kl makan di resto indonesia di perth, bisa dapet semangkok mie ayam dan teh botol Em 😜👌🏻

    Liked by 1 person

    • Hahaha..yang pamer bisa beli mi ayam pake teh botol.. Jadi ngecess.. Di Townsville gak ada resto Indonesia..*sedih.. Tapi standar harga utk makanan/groceries masih mirip lah dengan Townsville..

      Like

  6. $10 aud = $11 nzd
    – kopi flat white 2,5 cangkir
    – 5 liter susu
    – 3 loaf bread
    – 1 kali breakfast yg isinya toast egg and bacon
    – 5 biji mini egg
    – 1 biji tempe organic yg beratnya 300 gr
    – 5 brokoli
    – 5 alpukat
    – 3 terong
    – 1/2 kilo tauge

    At least, diBlenheim harganya kurang lebih kayak gitu.

    Liked by 1 person

  7. Asumsi 1 TL = Rp 4000 (padahal ga sampe)
    – Dapet 15 lembar lahmacun + saladnya
    – 25 buah simit/poça
    – 20 bungkus indomie
    – 1,5 porsi kebab + air putih
    – 12 L susu uht
    – 5 kg beras
    – 2 ekor ayam
    – 5 kg telur

    Pas mudik waktu itu, saya kaget harga2 di kampung kok hampir sama dgn di Istanbul. Malah susu lebih murah di sini.

    Like

    • Memang iya mirip harga di kampung saya juga.. Kelihatannya mirip standar harga Jakarta/Bandung juga ya, meski utk beberapa produk ada yg lebih murah atau bahkan lebih mahal.. Oh ya harga susu dan produk susu di tempatku sekarang juga murah banget dibandingkan harga di Indonesia, kualitas dan kuantitasnya jauh lebih bagus pula..

      Like

  8. kreatif juga ya dan gak nyangka dari dapur rumah orang dari negara A bisa dapat pelajaran krn pasti banyak perbedaan krn budaya, kebiasaan, cuaca, dll

    Like

    • Oh bener banget, Amanda.. Belum lagi keluarga yang dijadikan objek penelitian itu difoto bersama hasil belanjaannya, dan diberi gambaran latar belakang sosial mereka.. Sangat menarik..

      Like

  9. 100 ribu kalo di turkish lira sekitar 30 lira: harga standar istanbul, makan seporsi tavuk sis kebab :12 lira, yoghurt 1kg 5 lira, beli kue tart ukuran standar 20 lira , beli coklat godiva 2.5 tl,5 50 krs nya msh dapat se cup ayran: kadang 3o lira cukup buat belanja sayur buah 1 minggu: orange perkg 2lira, pome 2 lira per kg, kiwi 4 lira per kg, kalo belanja menjelang tutup pasar harga buah sayur diskon semua, saya masih bisa nyimpen sisa 5 lira:D btw saya kok ngerasa ‘jomplang’ banget pas urusan beli kue ultah di Ho*** total hampir 300ribu kue ultah*pas buat sunatan fatih*yang bertema, dengan rasa nya juga standar bgt, kalo di lira-in sekitar 70-75 lira..gilaa mahal bgt di istanbul harga segitu bisa dapat kue tart ‘mewah’ duhh krn harga standar kue di bakery 20 liraan ke atas, kalo udah harga 70 tlan udah beda kelas, udah masuk hotel bintang 5:D tp di indonesia sekelas bakery biasa krn byk cabang aja ..duhh untung suami gak nanya tuh harga kue berapa, bisa shock dia, biasa paling mahal beli 25 lira, itu udah enak banget..di indonesia 3x lipat-.-‘ dgn rasa standar bgt..ga mau deh beli lagi:P mending pas mudik puas2in jajanan pasar, kuliner nusantara kalo urusan bakery,kue2 tart jauh lbh enak di sini hehe

    Liked by 1 person

    • Standar harganya kayaknya mirip dengan Bandung/Jakarta ya.. Ada barang yg lebih murah tapi ada yg lebih mahal juga.. Dan bener banget soal kue tart itu.. Waktu mudik lalu, saya juga beli kue tart buat ultahnya Bear dari Hol*land itu, harganya 450 ribu dengan ukuran dan rasa yg biasa banget, bolu biasa banget deh.. Mahal! Di Townsville harga 450 rebu bisa dapat chocolate mudcake dari bakery terkenal dengan kualitas kue yg luar biasa bagus. Tart chocolate mudcake ini masuk kategori berbahan mahal karena coklatnya banyak banget.. Duh saya sebel banget sama harga tart-tart di seputaran Jawa Barat/Jakarta. Mahal emang, bahkan dibandingkan dengan yg ada di Australia sekalipun, padahal secara umum biaya hidup di Australia jauh lebih mahal daripada di Indonesia..

      Liked by 1 person

  10. whoaaa menarik banget kayaknya bukunya mbaa… kalo d Jakarta 100 ribu bisa dpt
    1. makan warteg nasi ,sayur, telor untuk 10x makan
    2. isi gopay cuma bisa 2x PP rumah – kantor
    3. beras 10 liter
    4. nonton CGV berdua di hari jumat
    5. 1 green tea latte plus 1 kue slice d starbucks
    6. belanja di tukang sayur bisa buat 5x masak sih klo rajin masak bisa dpt ayam yg dipotong setengah /ikan/udang di kombinasi sama tempe tahu telor dan sayuran hihii (wah murah jg yah )

    apalagi yaa hihhi… jd inget blm lama adinas ke solo kita makan di Vinn selat solo bertiga sama sate2an dan soto dan minum gt habisnya 52 ribu sampe saya kaget dan nanya lagi bneran mbak ini hahhahha

    Liked by 1 person

    • Kelihatannya standar harga Jakarta utk makanan sehari-hari pelan-pelan beranjak naik ya. Tapi kalo utk jajan-jajan di tempat gegayaan itu ampun deh perbedaan harganya jauh banget. Kalo di Australia, harga ngupi cantik di tempat kayak Starbucks memang lebih mahal daripada coffee shop lokal misalnya, tapi gak beda jauh. Bahkan kadang=kadang sama aja..

      Liked by 1 person

  11. 100 ribu rupiah kalo dituker ke euro kira-kira dapet €7.

    Dengan 7 euro kalo mau makan di restoran kece ga mungkin 😅 tapi kalo di cafe standar masih dpt secangkir minum (kopi atau teh atau soda) dan kue kecil. Kalo makannya di IKEA €7 bisa makan 8 hotdog ato 4 hotdog, semangkuk kecil salad dan 2 gelas minuman soda yg bisa diisi ulang hahaha

    Kalo untuk belanja €7 bisa dapet roti tawar seplastik, mentega beserta kelengkapannya (meses atau pasta atau selai atau sliced cheese).

    Di Jakarta emang ya mba sekarang makin berasa mahalnya, 100 ribu kalo mau ke mall serasa ga ada harganya, dulu mah bawa 100 ribu udah berasa kaya banget 😅

    Liked by 1 person

    • Kayaknya utk belanja dapur, di Australia agak mahalan dikit daripada di tempatmu. Itu makan di IKEA emang murah ya..? Gak pernah ke IKEA soalnya.. Ya emang Jakarta itu tambah tinggi aja biaya hidupnya, terutama kalo pengen hidup layak (sehat, manusiawi), kalo pengen mewah mesti lebih kuat lagi dompetnya..hehehe..

      Liked by 2 people

      • Kirain udah posting komen di sini gataunya ilang mba Emmy 😂
        IKEA di sini murah banget mba makannya dan sangat baby and kids friendly, ga tau kenapa tp mungkin ini strategi marketing mereka supaya banyak yang dateng dan belanja ke sana – dan sepertinya si lumayan sukses 😁

        Iya mba, standar hidup di sini termasuk ok menurut aku, dengan kualitas yang sama di Jakarta harus bayar dua kali lipat kayanya. Suami aja sempet kaget pas kita belanja di Jakarta di supermarket trus bayar di kasir dengan total belanja yang wah – itu udah 2 tahun yang lalu, gimana kalo sekarang hahaha

        Liked by 2 people

      • AIihh sebel emang kalo udah ngetik banyak terus hilang.. IKEA strategi marketingnya bagus ya.. Mana kepikiran jual furnitur pake iming-iming makanan murah dan enak.. Dan Jakarta memang makin sesak makin mahal, biasalah persaingan hidup..

        Liked by 1 person

  12. Perbandingan aja, temenku yg orang inggris ngomong klo di Indo itu surga, apalagi pas kita bisnis trip ke solo, ngejengklak dia tau soto seporsi cuma 8000 pdhal enaknya minta ampun, pke plus2nya cuma 15 rebu satu orang..bahahahaha, sekarang dia ngajuin permanent position di Indo dan lgi ngurus izin tinggal juga..

    Liked by 1 person

    • Hahaha..menarik sekali cerita tentang teman Inggris-mu itu.. Di daerah Jawa Tengah kayaknya standar harga sedikit lebih rendah daripada di Jawa Barat/Jakarta ya.. Dulu pertama kali ke Jogja saya juga merasa di Jogja lebih murah daripada di Bandung..

      Liked by 1 person

  13. 100ribu di Tabanan Bali bisa buat beli mie ayam 20 kali kalau mau mie ayam pakai baso bisa dapet 12,5 kali. Kalau air galon nggak tau, karena kita bisa masak air dari mata air di sini 🙂
    Wah mbak nggak nulis untuk di negara Amerika, soalnya saya suka banget USA. 100.000 di Amerika dapet berapa hotdog mbak?

    Liked by 1 person

    • Masih lumayan murah ya di tempatmu.. Saya gak nulis banyak soal Amerika krn waktu itu jadi turis aja selama 3 minggu jadi kegiatannya gak seperti orang yg memang tinggal di sana, dan kebetulan gak kesampaian beli hotdog juga..

      Liked by 1 person

  14. Hai mba, gak sengaja nemu topik ini & mampir. Ternyata pernah tinggal di Sangatta toh…. Iya di Sangatta mahal2, bahkan lebih mahal dibanding Jakarta, daerah rumah ku tinggal….menurut ku ya. Aku udah 5 thn lebih tinggal disini, kebetulan bisa hemat biaya makan sehari-hari krn tinggal di camp & bisa ambil makan di mess 😁.
    Btw, salam kenal mba. Ada rencana balik ke Sangatta lagi? 😁 Salam dr Sangatta yg cuacanya makin ajaib, kadang ujan seharian, kadang panas banget + berdebu. 😃

    Like

Leave a comment